Dalam beberapa tahun terakhir komoditi cabai kerap menciptakan pedas pemerintah. Bagaimana tidak, ketika pemerintah berupaya menjaga inflasi, justru komoditi hortikultura ini kerap bergejolak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) cabai menunjukkan bantuan terbesar terhadap inflasi, masing-masing 0,4% dan 0,3%.
Karena itu ketika Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, cabai dimasukkan ke dalam komoditi strategis yang dikendalikan. Pemerintahan Joko Widodo juga tetap menyebabkan cabai sebagai pusat perhatian, selain komoditi pangan lainnya mirip beras, jagung, kedelai, daging sapi dan gula.
Untuk mengatasi gejolak harga cabai, Kementerian Pertanian pada tahun 2015 telah merencanakan peningkatan produksi cabai, khususnya cabai besar dan cabai rawit di 47 kabupaten/kota di 33 provinsi. Anggaran yang direncanakan sebanyak Rp 450 miliar.
Ubah Pola Tanam
Seperti diketahui gejolak harga cabai mirip tamu tahunan ketika memasuki isu terkini hujan. Karena itu berdasarkan Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, untuk mengatasi gejolak harga cabai, terutama ketika isu terkini hujan pemerintah akan mendorong petani menanam cabai ketika isu terkini kemarau.
Selama ini petani cabai menaman pada isu terkini hujan dan panen ketika kemarau. Alasannya, berdasarkan Hasanuddin, lebih banyak alasannya faktor keterpaksaan. Kondisi alam, keterbatasan modal dan mengurangi resiko gagal panen atau penurunan produktifitas yang menciptakan petani lebih suka menanam cabai pada isu terkini hujan.
Sebaliknya kalau menanam cabai pada isu terkini kering, maka petani akan menghadapi kelangkaan air/sumber air terbatas. Petani juga umumnya kurang modal, sehingga tidak sanggup membangun sumur atau menyewa pompa air alasannya ongkosnya mahal. Alasan lainnya ialah biasanya ketika kemarau banyak hama penyakit dan pertumbuhan vegetatif terganggu, sehingga besar lengan berkuasa terhadap daya tahan tanaman.
Sementara ungkap Hasanuddin, ketika isu terkini hujan serangan penyakit meningkat mirip virus kuning, fusarium, antraknosa dan lalat buah. Pada isu terkini hujan, bunga tumbuhan juga sanggup rontok dan buah gampang busuk. Kendala lainnya yang menciptakan petani enggan menanam cabai pada isu terkini hujan ialah biaya petik meningkat dan distribusi terhambat, sehingga produk cabai sanggup rusak dalam perjalanan.
Kecenderungan petani yang lebih suka menanam cabai pada isu terkini hujan tersebut berdasarkan Hasanuddin, menciptakan harga cabai ketika isu terkini hujan naik tinggi. “Saat awal isu terkini penghujan, produksi cabai selalu mengalami penurunan sehingga lonjakan harga cukup fantastis,” katanya kepada Sinar Tani.
Sementara itu Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Dadi Sudiana juga menyarankan, pola tanam petani cabai harus diubah, tidak lagi menanam pada isu terkini hujan tapi ketika isu terkini kemarau. Alasannya, ketika hujan gangguan hama dan penyakit merajalela dan kualitas cabai pun kurang baik.
“Selama ini petani lebih banyak menanam ketika isu terkini hujan ketimbang isu terkini kemarau. Karena pada isu terkini kemarau petani susah mendapat air, jadinya mereka menanam di isu terkini hujan,” katanya.
Seharusnya ketika isu terkini hujan, berdasarkan dia, petani menanam tumbuhan lain mirip sawi. Lalu di isu terkini kemarau gres menanam cabai. Jika menanam selain cabai, maka sangat besar lengan berkuasa terhadap keberadaan hama dan penyakit tersebut.
“Ketika isu terkini hujan, tanaman cabai rentan terkena hama dan penyakit. Ketika cabai sudah terkena, tanahnya pun menjadi tercemar. Hama dan penyakit menjadi lebih gampang menyerang. Intinya jadi mirip rantai. Sulit untuk diputus,” katanya.
Bantuan Pemerintah
Hasanuddin mengatakan, untuk mengurangi potensi lonjakan harga dan menjaga ketersediaan stok cabai, pemerintah akan melaksanakan Gerakan Tanaman Cabai Musim Kemarau (GTCMK). Untuk gerakan tersebut pemerintah menganggarkan santunan sebanyak Rp 500 miliar.
Gerakan ini dilakukan dengan menggeser waktu tanam cabai ke isu terkini kemarau biar ketersediaan cabai sanggup dirasakan setiap tahun. Waktu tanam nantinya pada Juli-Oktober, sehingga panen pada Nopember-Maret. “Cara itu kita harapkan menunjukkan penghasilan jauh lebih tinggi kepada petani, alasannya panen cabai terjadi ketika isu terkini hujan,” tuturnya.
Dalam gerakan ini, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian akan menciptakan area percontohan tanaman cabai. Areal percontohan seluas 1.000 meter/kecamatan di 100 kabupaten. Di areal percontohan tersebut, pemerintah akan menunjukkan santunan pompa air dan instalasi irigasi tetes untuk setiap satu hektar lahan di seluruh areal percontohan.
“Bantuan pompa air dan instalasi irigasi tetes ini diharapkan mengingat tiap isu terkini kemarau petani selalu menghadapi permasalahan ketersediaan air. Dengan santunan ini diharapkan cabai sanggup tanam pada isu terkini kemarau,” katanya.
Bantuan lain yang pemerintah sediakan ialah benih bermutu, kapur pertanian 3 ahad sebelum tanam untuk menstabilkan pH 6-7, pH meter, mulsa plastik perak, pengelolaan OPT berupa Tricoderma dan benih jagung sebagai tumbuhan barrier, kompos organik dan anorganik, hand tractor/cultivator, plastik UV untuk border/rain shelter (fakultatif), serta terpal dan keranjang panen.
Dalam percontohan tersebut, petani akan mendapat santunan benih yang tahan lembab. Budidaya cabai juga akan ramah lingkungan, alasannya petani akan diajarkan cara mengatasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan alami. Untuk mengatasi hujan, nantinya petani akan diberikan pemahaman dengan memakai teknologi shading, sehingga hasil cabai tidak cepat busuk.
Fokus lainnya, kata Hasanuddin ialah pendampingan kelembagaan untuk menerapkan pertanian yang berkelanjutan dan mempermudah saluran ke perbankan. Sedangkan untuk mengatasi hambatan distribusi dan transportasi dengan penyebaran pusat produksi di tiap kabupaten. Apalagi tumbuhan ini tidak perlu kondisi agroklimat khusus.
“Kalau gubernur, bupati dan walikota peduli cabai, maka kawasan sanggup berdiri sendiri dalam produksi cabai. Kaprikornus tiap kawasan harus berdikari cabai, sehingga produksinya tidak dibebankan ke pusat cabai saja,” tegasnya.
Dengan GTCMK ini, diharapkan harga cabai tahun depan sanggup menurun sekitar 20-30%. Manfaat lain, distribusi cabai segar lebih cepat alasannya bersahabat dengan pasar setempat, sehingga menekan biaya distribusi. Pada akhirnya, inflasi kawasan yang berdampak pada inflasi nasional juga sanggup tertahan. Echa/Yul/Ditjen Horti