Kalau Anda pernah digigit semut ketika memanjat pohon mangga atau nangka, mungkin Anda akan kesal oleh serbuan semut-semut yang begitu gencar. Seringkali gigitannya menciptakan kita mengaduh-aduh. Serangga kuning & ramping ini membangun sarangnya di daun-daun. Jumlah mereka bisa mencapai ratusan, memiliki teritori & populer berangasan dalam mempertahankan wilayahnya. Itulah semut Rangrang (Oecophylla smaragdina).
Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah memakai jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini dipakai untuk mengusir hama pada flora jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, kemudian meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan hingga masa ke-12, dan masih diterapkan di selatan China hingga ketika ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita sanggup menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada flora kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada flora yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksi kopi pun jadi lebih meningkat.
Para pakar serangga di Ghana telah memakai jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama flora cokelat. Kehadiran semut ini ternyata bisa mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, lantaran menghisap cairan flora sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama mirip ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan teladan tertua dalam sejarah pertanian.
Biokontrol dan Bioindikator
Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian pendudukIndonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jikalau pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terjangkit hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.
Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, insan sanggup memakai semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.
Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja sanggup menciptakan mereka menyingkir. Tak heran, jikalau di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.
Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di kawasan perkebunan. Karena kini pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berkhasiat turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan insan terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapat bawah umur Rangrang (“kroto”) sebagai kuliner burung peliharaan. Tentunya hal ini akan mengakibatkan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.
Ratu Dilindungi
Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini menciptakan sarang di kanopi hutan-hutan tropis hingga kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jikalau telah cukup umur untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, kemudian mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.
Di antara anggota koloni, yang paling ulet yaitu kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan kuliner cair ke dalam verbal ratu. Mereka menyuapi ratu dengan kuliner yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jikalau telah menetas.
Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, lantaran cara mereka menciptakan sarang mirip orang menciptakan anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan gotong royong membentuk ruang-ruang yang rumit dan mirip kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, kemudian dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.
Makhluk aneh yang mencoba menyusup ke kawasan sarang, akan mereka halau dengan sengatan asamformat yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh lantaran itu, jikalau kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.
Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga menciptakan mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan mirip halnya jikalau kita memakai insektisida kimia.
Pesan Kimiawi
Semut ternyata memiliki semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang dipakai untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang sanggup mengenali baunya. Kaprikornus semut penganyam ini memakai pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju kawasan gres mereka.
Tentu saja jejak busuk itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari kawasan gres dan ketika mempertahankannya, tetapi juga dipakai ketika mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, beliau akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti kuliner itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak busuk di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit kuliner yang ditemukan tadi ke verbal rekannya itu.